Tambang Untuk Ormas Islam : Mengingkari Pertobatan Ekologis

 


Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah  (PP) nomor 25 tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang memberi celah terbitnya Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Ormas keagamaan  yang memungkin organisasi masyarakat keagamaan mengelola dan memberdayakan tambang. keputusan tersebut banyak menimbulkan pro dan  kontra di kalangan masyarakat pasca disahkannya, terdapat beberapa ormas yang menolak perizinan tersebut, di antaranya Muhammadiyah, Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), ada juga beberapa Ormas keagamaan yang mendukung perizinan tersebut, yaitu Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Islam (Persis), dan Persatuan Hindu Dharma Indonesia (PHDI).

Secara kasat mata ekspolitasi sumber daya alam seperti penambangan merupakan penyebab utama dari kerusakan alam dan juga dapat menimbulkan konflik horizontal di masyarakat, Salah satu konflik yang berkepanjangan terdapat di kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, konflik tersebut terjadi antara PT Adaro Indonesia dengan masyarakat sekitar terkait tanah ulayat (tanah adat) yang diserobot oleh PT Adaro Indonesia, dalam penyelesainnya LSM Walhi memohon bantuan perlindungan kepada PB Nahdlatul Ulama dan PP Muhammadiyah akan tetapi belum ada penyelesain konkrit. Ormas keagamaan sesuai dengan namanya, seharusnya terus menjaga moral masyarakat dan juga menjaga etika sosial dan lingkungan dalam paradigma agama. Terlibatnya Ormas keagamaan dalam usaha pertambangan, memicu kebingungan di masyakat terkait peran Ormas keagamaan sebagai penjaga moral dan etika di masyarakat, karena secara tidak langsung melenggengkan  kerusakan lingkungan dan membiarkan konflik lahan di masyarakat terus terjadi.

Menjaga lingkungan merupakan salah satu etika lingkungan yang harus diperhatikan dalam bermasyarakat dan beragama, Allah berfirman dalam Qs Al-Araf ayat 56 “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik ”. ayat tersebut mengisyaratkan manusia untuk terus menjaga alam dan tidak merusaknya sebagai salah satu manifestasi ketaatan seorang hamba kepada penciptanya.

Manusia sebagai khalifah di bumi memiliki banyak tanggungjawab atas kepengurusan bumi yang menjadi rumah besar bagi semua makhluk hidup yang hidup berdampingan di dalamnya dengan harmonis. Manusia perlu membangun kesadaran dalam diri bahwa mencintai alam sama halnya mencintai kehidupan kita. Kita sangat bergantung pada alam, maka kita pun tidak bisa terlepas dari alam. Kita boleh memberdayakan tetapi jangan sampai merusak atau menghancurkannya. Pengelolaan dan pemeliharaan harus dipandang dalam kerangka keharmonisan antara satu generasi dengan generasi yang akan datang. Kepedulian kepada pelestarian alam hanya terlihat oleh sedikit orang saja, padahal alam adalah rumah kita semua (Henakyn, 2016).

Kerusakan lingkungan merupakan salah satu ciri manusia gagal menjalankan perannya sebagai khalifah di muka bumi dan mengedepankan urusan nafsu semata. Qardawi (2000) dalam penafsiran Qs Rum ayat 41 menunjukkan bahwa Al-Quran menekankan pentingnya pelestarian lingkungan dan perlindungan alam sebagai bagian dari tugas manusia sebagai khalifah di bumi. Perluasan makna diberikan oleh Yusuf al-Qardawi dalam penafsirannya yaitu kerusakan alam bukan hanya terpaku terhadap ulah tangan manusia tetapi juga dengan tindakan yang tidak konservatif seperti pengabaian pelestarian lingkungan (Nadia & Hidayat, 2023).

Memperhatikan dampak yang besar dalam kerusakan lingkungan terhadap dampak dari eksploitasi tambang, Ormas keagamaan harus mempertimbangkan penerimaan izin tambang tersebut. Jika izin tersebut diterima maka sama saja melanggengkan kerusakan alam yang akan terjadi dan akan menjadi bias fungsi Ormas keagamaan sebagai pengawal moral dan etika lingkungan.

Oleh : Naqib Al Ghazy

 

Nadia, Afwi Matsna. Hidayat, M Riyan. (2023). FIQH LINGKUNGAN: ANALISIS ATAS QS. AR-RUM’ [30]: 41 PRESPEKTIF MAQASIDI. Jurnal At-Tahfidz, Vol 5 No 1.

Henakyn, Markus Meran. (2016). ENSIKLIK LAUDATO SI’: PERAWATAN RUMAH KITA BERSAMA – RUMAH KITA ADA DI ALAM INI. Jurnal Jumpa, Vol 4 No 1.

Kusumaningrum, Tanjung Diyah. Sukirno. Triyono. (2012). PENYELESAIAN SENGKETA TANAH HAK ULAYATSUKU DAYAK KAMPUNG 10 UPAU, KABUPATEN TABALONG KALIMANTAN SELATAN. Jurnal Diponegoro Law Review, Vol 1 No 4.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama