Edukasi Green Lifestyle di Pondok Pesantren

 

Indonesia memiliki populasi pesisir sebesar 187,2 juta yang setiap tahunnya menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik yang tak terkelola dengan baik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jenna R. Jambeck dari University of Georgia, Indonesia merupakan negara dengan jumlah pencemaran sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia (Taufan Adharsyah, 2019). Tidak dapat dipungkiri, sampah akan selalu ada selama aktivitas kehidupan masih terus berjalan. Setiap tahunnya, dapat dipastikan volume sampah akan selalu bertambah seiring dengan pola konsumerisme masyarakat yang semakin meningkat (Suryani, 2014).

Komposisi sampah yang dihasilkan dari aktivitas manusia adalah sampah organik sebanyak 60-70% dan sisanya adalah sampah non organik 30-40%, sementara itu dari sampah non organik tersebut komposisi sampah terbanyak kedua yaitu sebesar 14% adalah sampah plastik. Sampah plastik yang terbanyak adalah jenis kantong plastik atau kantong kresek selain plastik kemasan (Purwaningrum, 2016).

Pengelolaan sampah yang belum berjalan baik dan terus meningkatnya sampah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia perlu dilakukan berbagai upaya untuk menunjang lingkungan hidup lebih baik. Upaya yang dapat di lakukan antara lain melalui bank sampah (Suryani, 2014), sedekah sampah (Hasanah, Husamah, Harventy, & Satiti, 2018), Aksi 9 R (Siti Kusuma Wuryanti, n.d.), mengurangi sampah plastik (Purwaningrum, 2016), gerakan jumput sampah (Hartatik, 2016) dan penanaman etika lingkungan (Mulyana, 2009). Upaya-upaya pengelolaan sampah pastinya masih sangat banyak lagi yang dapat dilakukan, baik pada komunitas masyarakat ataupun jalur pendidikan formal.

Kebiasaan yang di bangun untuk peduli lingkungan, sudah semestinya di lakukan sejak dini dan seorang guru memberikan contoh teladan dalam melakukannya (Hartatik, 2016) dan yang paling penting pendidikan lingkungan hidup harus berdasarkan pengalaman langsung bersentuhan dengan lingkungan hidup sehingga diharapkan pengalaman langsung tersebut dapat membentuk perilaku, nilai dan kebiasaan untuk menghargai lingkungan (Surakusumah, 2009).

Implementasi kebiasaan dalam peduli lingkungan dapat menjadikan karakter yang melekat pada peserta didik berdasarkan pengalaman belajar, mengamati dan bersentuhan langsung saat di lingkungan sekolah maupun pada lingkungan sekitarnya. Penerapan dalam tumbuh kembang karakter salah satunya berada pada lingkungan kepesantrenan yang memuat nilai-nilai pendidikan karakter tentang makna karakter yang baik dan cara menanamkan nilai. Dalam pendidikan di pesantren disebut ta‟lîm (pengajaran) dan ta‟dîb (pembiasaan dengan kesadaran) (Whasfi Velasufah, 2019).

Pesantren modern memiliki program pendidikan yang disusun sendiri (mandiri) dimana program ini mengandung proses pendidikan formal, non formal maupun informal yang berlangsung sepanjang hari dalam satu pengkondisian di asrama. Dengan adanya program mandiri secara formal, non formal dan informal di lingkungan pesantren hal ini menjadi leluasa untuk menumbuh kembangkan nilai-nilai karakter peduli lingkungan, mengingat peserta didik berada 24 jam (asrama) di pesantren.

Oleh: Naqib Al Ghazy

Huda, Muhammad Komarul. Rajagukguk, Salome. (2020). Penguatan Karakter Peduli Lingkungan di Pesantren Modern Al Barokah Melalui Pengelolaan Sampah dan Pemanfaatan Biopori. Jurnal BEST :  Vol.3 No.2 Hal. 198–204

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama