Kerusakan lingkungan hidup yang
terjadi sangat memprihatinkan. Bumi sebagai rumah bagi berbagai makhluk telah rusak karena polusi, perubahan iklim,
limbah sehingga muncul berbagai masalah, mulai dari air bersih, berbagai penyakit, mikro plastik
dalam tubuh, turunnya kualitas hidup makhluk hidup. Krisis ekologi di atas
mendorong berbagai gerakan; terdapat pula upaya pembangunan berhaluan ramah
lingkungan. Hal tersebut merupakan tindakan baik, tetapi tidak mengatasi
permasalahan krisis ekologi karena tindakan masih berdasar pada pandangan
ekologi dangkal, yaitu: santai, seolah tidak terjadi masalah, atau bahkan tidak
peduli dan tidak bertanggung jawab.
Islam sebagai agama yang bermisi Rahmatan
Lil ‘Alamin (rahmat bagi alam semesta) memandang
konsep alam dan ekologi (lingkungan
hidup) adalah bagian integral dari
satu-kesatuan kehidupan di muka bumi ini, yang tidak dapat dipisahkan
dari semesta religius manusia yang bersama-sama mewarisi kehidupan. Berbeda dengan pandangan
barat yang menganggap jika alam layaknya musuh sehingga harus ditaklukkan oleh
manusia, islam menganggap alam adalah satu kesatuan dengan manusia, yang
artinya antara manusia dan alam harus terjalin hubungan yang serasi agar
terjaga satu sama lain.
Hal tersebut di dasarkan pada beberapa kalam Allah dan
juga sabda nabi, di antaranya firman Allah dalam QS. Al-Araf ayat 56 “Dan
janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya
dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan
(akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik ”. Dalam ayat tersebut, Allah memperingatkan
manusia untk tetap menjaga bumi dan berhati-hati atas perbuatan manusia yang
dapat merusak bumi.
Manusia hidup di muka bumi harus
memiliki tanggung jawab mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam berdasarkan
konservasi untuk mencapai kemakmuran agar terpenuhi seluruh kebutuhan umat
manusia, dan saling menjaga lingkungan sekitar kita dalam konteks apapun.
Dijelaskan di dalam Al Qur’an, bahwa manusia bertanggung jawab untuk menjaga
dan melestarikan lingkungan. Tertulis di dalam Surah Al-Qhasas ayat 77 “ Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”
Manusia sebagai khalifah di muka
bumi yang diberi kewenangan untuk mengelola bumi, memiliki dua sisi, yaitu sisi
pelestari bumi dan juga sisi perusak bumi. Allah berkali kali memperingatkan
manusia untuk terus konsisten melestarikan lingkungan hidup walaupun bersamaan
manusia juga memanfaatkan bumi untuk penghidupan. Kesadaran dalam pelestarian
lingkungan hidup tidak hanya bersifat sosial antara manusia, akan tetapi
terdapat sifat religiusitas dalam doktrinnya.
Islam sebagai agama yang menjungjung
tinggi kasih sayang (Rahmat) menganggap bahwa pelestarian lingkungan hidup
merupakan salah satu aktualisasi dari rasa cinta terhadap cinta Allah dan juga merupakan
sebuah pembuktian rasa syukur terhadap segala hal yang telah Allah beri kepada
manusia di dunia ini. Dalam QS. Saba’ ayat 15-17
menurut penjelasan para
mufassir tentang ayat tersebut bahwa karena kekufuran
mereka baik ditinjau dari sudut pandang teologis maupun ekologis,
Allah SWT kemudian mengirimkan
banjir besar yang
dapat menghancurkan bendungan Ma’rib dan
membina. kehancuran
kaum Saba’ akibat bencana banjir, tidak lepas dari aktifitas kaum Saba’
yang merusak ekosistem
alam saat itu.
Sikap tidak adanya rasa syukur dan
tidak adanya peningkatan ketaqwaan kepada Allah dalam
memanfaatkan alam inilah
penyebab semua bencana.
Setelah meninjau hal-hal tersebut, dapat diambil
kesimpulan jika Islam merupakan agama yang concern terhadap pelestarian
lingkungan hidup, selain itu pelestarian lingkungan hidup merupakan bagiam dari
aktualisasi rasa Syukur kepada Allah atas segala nikmat yang diberikan kepada
manusia.
Penyusun :
Naqib Al Ghazy
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung